Pagi hari ditamana, tempat biasa asya duduk
“Hweeek….”
Seorang cowok datang menghampiri asya, tak begitu jalas karena posisinya yang membelakangi thara. Cowok itu memberinya seikat bunga berwarna merah, 10 tangkai mungkin lebih, dibungkus plastik dengan pita berwarana putih, mungkin mawar. Besujud didepan asya, sambil memegangi tangan asya seolah memohon sesuatu. Yah… tora, cowok tinggi kekar itu tora, thara ingat benar, thara pernah berpapasan dikampus. Sorot matanya begitu tajam menunjukkan keyakinan yang sangat bersar. Asya berdiri membelakangi cowok dan membuang bunga itu, terlihat seperti sedang terjadi pertengkaran. Hanya sebentar saja, tak perlu mengunakan lensa tambahan sudah cukup jelas terlihat mereka saling berpelukan. Kekawatiran didalam hatinya terjadi juga, cintanya benar-benar telah kandas direrumputan. Bukan hanya kakinya, seluruh badanya terasa lemas tanpa tulang, terasa begitu beratnya untuk menopangnya berdiri. Nafasnya begitu berat. Thara terduduk memeluk kedua kakinya, kepedihan hatinya membuatnya tak mempunyai tenaga lagi tuk menengadahkan kepalanya apalagi melihat asya yang berjalan dalam pelukan cowok lain melintas didepannya. Mungkin kalo ini sebuah sinetron, pasti terdengar soundtrack mengalun pelan mengiringi kisah cintanya, Bukan… Bukan hanya itu kamerapun akan beputar-putar dan daun-daun kering akan berjatuhan bersama angin buatan yang berhembus.
Tapi sayang sang sutradara tidak teriak “cut!”, kepedihan itu terus berlanjut menggantikan hari-hari indah thara.
No comments:
Post a Comment