Thara bejalan mendekati asya dan berdiri disampingnya.
“Sst…. Su…” Lidahnya terasa kaku, keras dan sulit tuk bicara. Detak jantungnyapun berdetak semakin cepat, lebih cepat dari bass drum lagunya Sheila on 7.
“Ss.. suka ya dengan anak-anak?” Akhirnya sebuah kalimatpun keluar dari mulut thara. Asya menoleh memperhatikan seseorang yang telah menyapanya. Asya tersenyum.
”Duduk ra…” Jawab asya.
“Pasti shara ya yang cerita kalo aq sering kesini?” Tambahnya, thara lalu duduk di samping asya. Pernyakitnya belum juga hilang hanya sedikit berkurang.
“Ra boleh nggak aku pinjam bahumu?” Pinta asya pelan. Belum juga detak jantungnya kembali stabil, asya sudah membuatnya kembali berdetak sangat cepat, dua kali lebih cepat dari yang tadi. Jika di café seseorang akan berkata ampun DJ, tapi untuk thara, ampun asya, thara tlah dibuatnya luluh lantak tak berdaya dihadapannya.
“Hwekkk?” Thara kaget, asya memandang thara. Thara tidak pernah menyangka asya akan bicara seperti itu. Asya kembali memandanginya, kelopak matanya masih terlihat sedikit lembam mungkin karena terlalu banyak menangis. Thara menghela nafas panjang dan mengangguk. Menuntunnya ke pundak thara adalah mimpi tergila dalam hidupnya. Air matanya hangat mengalir di pipinya, tapi sayang air mata itu bukan untuk thara. Tangan asya begitu erat memeluknya sementara thara masi terdiam membisu. Bau harum rambutnya begitu menusuk hidung thara sementara tanganya terasa dingin dan gemetar. Thara tidak tau harus melakukan apa, cuma menikmati pelukan asya yang mungkin akan bertahan beberapa detik saja. Air mata asya mulai turun menetes membasahi baju thara, sesekali asya terisak. Thara sadar apa yang dilakukannya hanya membuat hati thara sakit, tapi thara tetap lakukan itu agar asya bisa tersenyum lagi. Asya melepaskan pelukannya dan berdiri depan thara, asya menghapus air matanya dan mencoba untuk tersenyum. Asya membalikkan badanya sementara thara masih diam tak bergerak memandangi asya.
“Tau nggak aq paling seneng banget duduk disini, banyak pohon besar tumbuh disini, sejuk…. Aq suka banget melihat anak-anak bermain, bernyanyi, tertawa, begitu gembiranya mereka tanpa beban, aq pengen kembali menjadi kecil lagi.”
“Ikut aq…” Entah mendapat kekuatan dari mana, thara berjalan menghampiri asya.
“Ra… ke mana…?” Thara menarik tangan asya, dengan sedikit tertatih asya mengikuti thara yang menarik tangannya. Asya berdiri tepat didepan kelas.Terlihat riuh gemuruh anak-anak bernyayi ada yang bernyanyi dengan nada dasar A ada yang dengan nada dasar G. Cukup fals untuk didengarkan tapi cukup menyejukkan hati asya.
“Sebentar ya anak-anak…” Seorang guru dengan begitu ramahnya meninggalkan anak-anak menghampiri thara yang masih berdiri menggandeng tangan asya.
“Thara…?” Dengan sebuah senyuman yang begitu hangat seorang guru telah berdiri didepan thara.
“Ceweknya ya…?” Tambahnya.
“Oh bukan… hanya temen aja kok.” Jawab thara sambil melepaskan tangan asya. Ibu guru hanya tersenyum melihat kegugupan thara.
“Kenalin bu ini asya temen kampusq” Ibu guru yang masi terlihat muda itu tersenyum lagi dan menyalami asya.
“Nama yang cantik, seperti orangnya, oh ya… saya Ibu Seila.”
“Boleh kami bantu?” Tanya thara.
“Kebetulan… ibu seneng deh, lagian ibu lama nggak ketemu kamu ra, yuk masuk!” Bu seila mempersilakan masuk dan menggandeng asya.
“Anak-anak ibu kenalin ya ini ada kak thara dan yang cantik ini kak asya, hari ini kak asya dan kak thara akan bantu ibu..”
“Kak asya… sini bantu adit gambar kak…” Seorang anak duduk di tengah meminta asya untuk datang.
“Kakak batuin aq ya…” Seorang anak lagi telah berdiri disamping thara menggandeng tangan thara dan menarik ke mejanya. Terlihat begitu lepasnya asya tertawa, tersenyum bersama anak-anak, seolah tidak sedang membawa beban yang begitu berat dipundaknya. Walaupun itu cuman akan membuatnya tersentum untuk sesaat saja. Asya ngerasa takut banget untuk putus dengan tora, disis lain asya ingin jauh darinya. Bukan keinginan asya untuk selalu dalam bayang-bayang tora. Semenjak semeninggal ayahnya kehidupan perekonomian asya memang kurang baik dan bisa dibilang selama ini toralah yang membesarkan usaha ibunya secara tidak langsung tora sedikit banyak telah berperan dalam tulang punggung keluarga asya. Tanpa tora nggak mungkin jadi seperti saat ini, asya merasa berhutang budi dengan tora, asya sadar benar tora memang sangat keterlaluannya. Tapi kehadiran thara juga sedikit banyak telah membuat hari-hari asya semakin indah. Thara telah memberinya sebuah virus, sebuah virus yang telah membuat asya selalu tersenyum, sebuah virus yang telah membuat asya tak pernah absen untuk datang ke taman, sebuah taman yang selalu membuatnya tersenyum, sebuah taman yang selalu membuatnya kembali menjadi anak-anak. Asya selalu datang ke taman, walaupun tanpa thara yang menemaninya.
No comments:
Post a Comment